REFORMASI- KABINET BERSATU SBY
AWAL REFORMASI HINGGA PEMERINTAHAN
SUSILO BAMBANG YUDHOYONO (SBY)
Nama Kabinet
|
Awal masa kerja
|
Akhir masa kerja
|
Pimpinan Kabinet
|
Sedang
Menjabat
|
Pemerintahan
Soeharto akhirnya jatuh Mei 1998 sehingga Indonesia memasuki tonggak sejarah
baru, yaitu orde reformasi. Kejatuhan rezim Soeharto diawali krisis moneter
sejak Juli 1997. Mata uang rupiah dan negara-negara Asia Tenggara terpukul.
Pada tanggal 1 Agustus 1977 nilai rupiah turun dari Rp 2.575 menjadi Rp 2.603
per dolar AS. Kemudian, 1 Desember 1997 menjadi Rp 5.000 per dolar AS. Pada
Maret 1998 terpuruk hingga Rp 16.000 per dolar AS. Krisis moneter tersebut
membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 0%, bisnis lesu dan 16 bank
dilikuidasi.
Tampilnya
B.J. Habibie sebagai presiden RI menggantikan Soeharto adalah konstitusional,
dasar hukumnya adalah UUD 1945 pasal 8. Meskipun Pemilu tahun 1999
merupakan pemilu pertama masa reformasi yang diikuti oleh 48 partai politik.
Pemerintahan B.J. Habibie berupaya memenuhi tuntutan reformasi dengan membentuk
kabinet yang dikenal dengan nama Kabinet Reformasi Pembangunan. Provinsi
Timor Timur lepas dari NKRI melalui referendum 30 Agustus 1999.
Akhirnya, laporan pertangungjawaban Presdien B.J. Habibie ditolak karena
masalah Timor Timur tersebut.
Tampilnya
Abdurrahman Wahid sebagai Presdien RI menggantikan B.J. Habibie tahun 1999
diajukan oleh “Poros Tengah” yang merupakan aliansi partai-partai Islam
seperti PPP, PAN, PKB.
Awal
pemerintahan yang dipimpin oleh Presiden Wahid, masyarakat umum dan kalangan
pengusaha dan investor, termasuk insvestor asing menaruh pengharapan besar
terhadap kemampuan dan kesungguhan Gusdur untuk membangkitkan kembali
perekonomian nasional dan menuntaskan semua permasalahan yang ada di dalam
negeri warisan rezim Orde Baru, seperti KKN, supremasi hukum, HAM, penembakan
Tragedi Tri Sakti dan Semanggi I dan II, peranan ABRI di dalam politik, masalah
distegrasi dan lainya.
Bidang ekonomi, dibandingkan tahun
sebelumnya, tahun 1999 kondisi perekonomian Indonesia mulai menunjukan adanya
perbaikan. Laju pertumbuhan PDB mulai positif, walaupun tidak jauh dari 0%, dan
pada tahun 2000 proses pemulihan perekonomian Indonesia jauh lebih baik lagi,
dengan laju pertumbahan hampir mencapai 5%. Akan tetapi, masyarakat memilih
presiden tidak berlangsung lama. Gusdur mulai menunjukan sikap dan mengeluarkan
ucapan-ucapan yang kontroversial yang membingungkan pelaku-pelaku bisnis.
Gusdur cenderung bersikap diktaktor dan praktet KKN di lingkungannya semakin
intensif, bukan hanya semakin berkurang yang merupakan salah satu tujuan dari
pada gerakan reformasi. Ini berarti bahwa rezim Gusdur, walaupun Than reformasi
di Era Demokrasi, tidak berbeda dengan rezim Orde Baru. Sikap Gusdur tersebut
juga menimbulkan perseteruan dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang
klimaksnya adalah dikeluarkanya peringatan resmi kepada Gusdur lewat Memorandum
I dan II. Dengan dikeluarkannya Memorandum II Gusdur terancam diturunkan dari
jabatannya sebagai Presiden Republik Indonesia.
Era Megawati
memiliki kinerja ekonomi Indonesia yang menunjukkan perbaikan, paling tidak
dilihat dari laju pertumbuhan PDB. Seperti yang ditunjukkan pada table 5, pada
tahun 2002 PDB Indonesia tumbuh 4,3% dibandingkan 3,8% pada tahun sebelumnya,
dan kemajuan ini berlangsung terus hingga akhir periode Megawati yang mencapai
5,1%. PDB nominal meningkat dari 164 miliar
Dolar AS pada tahun 2001 menjadi 258 miliar Dolar AS tahun 2004.
demikian juga pendapatan perkapita meningkat persentase yang cukup besar dari
697 Dolar AS ke 1.191 Dolar AS selama periode Megawati. Kinerja ekspor juga
membaik dengan pertumbuhan 5% tahun 2002 dibandingkan -9,3% tahun 2001, dan
terus naik hingga mencapai 12% tahun 2004. Namun demikian, neraca perdagangan
(NP), yaitu saldo ekspor (X)-impor (M) barang, maupun transaksi berjalan (TB),
sebagai persentase dari PDB, mengalami penurunan. Stabilitas politik mulai
terjaga para era Megawati karena Megawati tidak seperti Gus Dur berani tidak
popular dengan mengambil kebijakan yang kontroversial. Namun, prestasi Megawati
yang dapat kita nikmati sampai sekarang, yaitu lahirnya lembaga KPK (Komisi
Pemberantasan Korupsi) dibentuk pada tahun 2003. Kemudian, bandul reformasi
berlanjut dengan pemilihan presiden langsung . Presiden SBY yang
menjabat sejak 2004 dipilih secara langsung oleh rakyat Indonesia. Kemudian, SBY
membentuk Kabinet Indonesia Bersatu.
Menginjak
pada pemerintahan SBY, di bulan-bulan pertama pemerintahannya, rakyat
Indonesia, pelaku usaha luar, dan dalam negeri maupun Negara-negara donor serta
lembaga-lembaga dunia, seperti IMF, Bank Dunia, dan ADB, sempat optimis bahwa
kinerja ekonomi Indonesia 5 tahun ke depan akan jauh lebih baik dibandingkan
pada masa pemerintahan-pemerintahan sebelumnya sejak Soeharto lengser. Bahkan
kabinet SBY dan lembaga-lembaga dunia tersebut menargetkan pertumbuhan ekonomi
Indonesia tahun 2005 akan berkisar sedikit di atas 6%. Target ini dilandasi
oleh asumsi bahwa kondisi politik di Indonesia akan terus membaik dan
factor-faktor eksternal yang kondusif (tidak memperhitungkan akan adanya
gejolak harga minyak di Pasar Dunia), termasuk pertumbuhan ekonomi dari
motor-motor utama penggerak perekonomian dunia, seperti AS, Jepang, EU, dan
China, akan meningkat. Namun pada pertengahan kedua tahun 2005 ekonomi
Indonesia digoncang oleh dua peristiwa yang tidak terduga sama sekali, yaitu
naiknya harga minyak mentah (BBM) di pasar internasional dan melemahnya nilai
tukar Rupiah terhadap Dolar AS.
Sumber :